Kue Mochi memang bukan kue asli Indonesia. Kue ini awalnya dari Jepang, yang menurut Wikipedia, adalah kue yang dibuat dan dimakan pada saat perayaan tahun baru Jepang. Kue ini kemudian mulai merambah banyak negara, salah satunya Indonesia. Kue Mochi terbuat dari beras ketan, yang ditumbuk hingga halus, lalu dibentuk bulat menyerupai kelereng. Nah, adonan dan isi dalam bulatan adonan itu yang bisa bervariasi. Pada mulanya kacang, kemudian berkembang dengan begitu banyak rasa. Di Indonesia, cukup banyak sentra pembuatan kue Mochi. Dua yang terkenal adalah di Kota Semarang dan Sukabumi. Saya, kebetulan lebih sering menyambangi sentra pembuatan Mochi di Sukabumi, yang terpusat di sebuah gang kecil, yaitu Gang Kaswari, yang terletak di Jalan Bhayangkara. Lokasinya yang berada di kawasan kota memudahkan bagi banyak pelancong untuk datang ke gang ini. Banyak produsen Mochi di gang ini, yang kebanyakan adalah industri rumah tangga. Salah satu yang paling terkenal adalah mochi merek “Lampion”. Mochi ini sudah sangat terkenal di seluruh Indonesia, terutama bagi penyuka makanan. Pemilik mochi Lampion ini adalah Wanti K. Wiharsa, yang merupakan generasi ketiga dari produsen Mochi Sukabumi. Awalnya, kakek neneknya mendapatkan resep membuat mochi ini pada zaman penjajahan Jepang. Resep itu lalu dibuat dan diturunkan dari generasi ke generasi. Awalnya, desain kue mochi ini jauh lebih besar. Tahun 1983, mulailah era baru, di mana ayahnya mendesain kue mochi dengan bulatan bola-bola yang lebih kecil sehingga lebih mudah dimakan. Dan tahun itu pula, mulailah secara resmi penggunaan merek “Lampion” untuk penanda produknya. Pada mulanya, mochi merek Lampion dan merek-merek lain menggunakan keranjang bambu untuk membungkus kue. Lambat laun, sesuai dengan perkembangan zaman, sekarang ini sudah tersedia mochi kemasan karton yang memang membuat produk ini terlihat lebih menarik dan lebih bersih. Dan kombinasi rasanya memang juga sekarang ini sangat bervariasi. Jika dahulu kala hanya terdapat beberapa rasa, sekarang ini sudah berkembang menjadi puluhan rasa yang bisa kita pilih sesuai selera. Ada suji pandan, vanilla, strawberry, durian, pisang ambon, mangga, blueberry, jeruk, mocca, melon, wijen, keju kacang, dan juga cokelat. Kerja keras yang luar biasa itu memang sekarang sudah mulai menuai hasil. Mochi Lampion sekarang ini mempekerjakan 30 orang karyawan. Hasil produksinya? Kurang lebih 2000 keranjang setiap hari, dan pada saat hari libur mencapai 4.000 keranjang. Hitung sendiri, jika setiap keranjang dijual Rp 3.000-6.000, maka merupakan penghasilan yang luar biasa besar, untuk perusahaan dan industri rumah tangga. Sambil menikmati mochi yang sungguh lezat ini, saya belajar banyak hal dari Mochi Lampion. Pertama, pentingnya “merek” untuk usaha kita. Kita perlu membangun merek dalam jangka panjang agar konsumen lebih mudah untuk percaya kepada kita. Saya melihat cukup banyak produsen Mochi yang ada di Gang Kaswari, tetapi tetap saja pilihan orang pertama kali jatuh pada merek “Lampion”. Kedua, sebuah merek tidak bisa dibangun dalam sekejap. Mochi Lampion membutuhkan lebih dari 37 tahun hingga sekarang ini untuk membangun menjadi besar. Dan selama itu, jatuh bangun usaha telah dialami. Krisis tahun 1998 juga sempat menggoyahkan usaha ini. Tetapi konsistensi yang dibangun, bersama kebersamaan para pegawai, membuat mereka mampu keluar dari krisis ini secara baik. Ketiga, kalau ingin hasil yang luar biasa, harus dengan kreativitas yang juga luar biasa. Ini, juga salah satu prinsip dari buku “10 Jalan Sukses” (Mizania: Jakarta, 2011), yang mesti kita jalani. Jika kita miskin kreativitas, akan sulit berkembang dan maju dengan pesat. Dan untuk kreatif, Tuhan sudah memberikan semuanya buat kita; akal pikiran. Tinggal bagaimana memanfaatkan semuanya sebaik-baiknya. Menjadi kreatif, untuk sukses berkelanjutan. Sukses untuk kita semua.
Sumber : kompasiana.com
IKLAN SPONSOR DARI GOOGLE :
Posting Komentar